NewNews – Tepat pada 6 Juni 2022 mendatang, masa jabatan Masdar Hilmy selaku rektor UIN Sunan Ampel Surabaya berakhir dan akan digantikan oleh salah satu dari 4 kandidat calon rektor UINSA periode 2022/2026, di antaranya Masdar Hilmy, Akh. Muzakki, Titik Triwulan Tutik, dan Zumrotul Mukaffa. Pergantian calon rektor UINSA pada periode tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak dosen dan mahasiswa terkait kualifikasi kelayakannya, salah satunya Muchlis, dosen Ilmu Komunikasi UINSA.
Ia mengatakan bahwa sudah seharusnya era kepemimpinan Masdar Hilmy sebagai rektor akan berakhir sejak 4 tahun yang lalu. βJadi begini, jika melihat patokan 4 tahun lalu, beliau (Masdar Hilmy) awal dilantik menjadi rektor UINSA, nah untuk 6 Juni mendatang semestinya sudah ada pergantian rektor baru UINSA dari keempat calon kandidat rektor UINSA,” ujar Muchlis.
Syarat untuk menjadi rektor UINSA harus bergelar guru besar, tetapi dalam sejarah UINSA pernah ada rektor yang tidak bergelar guru besar. βSelama saya mengabdi di UINSA dan 1 Desember mendatang saya jangkep 13 tahun, bahwa rektor UINSA dipimpin oleh seorang profesor. Walaupun gelar pendidikan terakhirnya S3 sepintar apapun, jebolan luar negeri tidak akan bisa menjadi rektor UINSA. Hanya ada satu rektor yang bukan dari Guru Besar yaitu Drs. KH. Abdul Jabar Adlan, yang mana beliau memang disegani karena kharismatiknya,” tutur Muchlis.
Sejarah yang terabadikan selama UINSA berdiri dan setiap pergantian rektor UINSA hal yang sangat berpengaruh adalah pada sertifikasi dosen yang menyangkut hak kesejahteraan para dosen PNS di UINSA ini. Namun, peristiwa nunggaknya sertifikasi dosen juga pernah terjadi selama 3 bulan. βHal yang berpengaruh pada kami adalah terletak pada sertifikasi dosen PNS, sertifikasi SK PNS saya pada era Prof. Aβla dan pada masa beliau sertifikasi dosen menunggak selama 3 bulan. Tapi pada masa Prof. Masdar ini alhamdulillah kesejahteraan dosen sangat diperhatikan dan terpenuhi dengan diberikannya sertifikasi dosen. Itupun jika ada nunggaknya maka akan dirapel 2 sampai 3 bulan dan tidak lebih dari itu,β terang Muchlis.
Perbincangan dari kalangan internal menjelang pemilihan rektor baru UINSA periode 2022/2026 masih belum nampak secara jelas seperti forum komunikasi, forum silaturahmi, dan sebagainya. Namun, terdapat beberapa oknum dan kelompok yang menjalin komunikasi politik. βDari pengamatan saya selama ini, tidak ada forum diskusi untuk membahas tentang calon rektor UINSA periode 2022/2026. Mungkin karena saya dirasa belum senior untuk membahas terkait politik ini, jadi saya tidak dilibatkan. Tapi saya yakini pasti ada unit internal UINSA dan oknum secara individu maupun kelompok yang melakukannya,β ucap Muchlis.
Muchlis berharap untuk calon yang terpilih sebagai rektor baru UINSA periode 2022/2026 dapat membawa kampus Islam yang dapat diperhitungkan di kancah nasional hingga internasional, serta dapat merangkul seluruh civitas dan keluarga besar UINSA dan juga terbuka dengan berbagai kalangan sehingga meminimalisir para mahasiswa untuk turun di jalan demi menegakkan sebuah hak keadilan yang dituntut kepada rektor. βJadi, harapan saya untuk siapapun nanti yang terpilih menjadi rektor UINSA periode 2022/2026, jadilah pemimpin yang amanah yang tidak mengedepankan kepentingan kelompok semata, keluarga, dan diri sendiri. Tetapi yang mau merangkul, bukan memukul dan orientasikan satu bawalah UINSA kampus Islam khususnya di Jatim, dan umumnya di Indonesia, terlebih di mancanegara yang bisa diperhitungkan tidak hanya berupa slogan semata, smart dan bertaraf internasional juga terbuka dan mau mendengarkan aspirasi dan inspirasi para mahasiswa dan civitas UIN Sunan Ampel,β ujarnya.
Selanjutnya, tanggapan dari mahasiswa terkait kelayakan calon rektor baru UINSA. βSecara formal, nama-nama yang diusung sebagai calon rektor pada periode tersebut telah memenuhi persyaratan. Yang kita lihat adalah rekam jejak para calon rektor tersebut. Latar belakang sangat menentukan, kita tunggu pertarungannya akan seperti apa, atau kita tunggu nanti hasilnya seperti apa, siapa yang akan terpilih. Saat ini belum terpilih secara resmi. Maka kita juga tidak terburu-buru, kita harus mengamati secara baik juga, apakah layak atau tidak untuk kita harus melihat kinerja-kinerja dan rekam jejak beliau, baik dalam dunia kampus atau dalam segmen lain yang berkaitan dengan kampus, seperti mitra bersama kampus-kampus lain,β tutur Hisyam.
Selain itu, Hisyam juga menuturkan terdapat faktor lain untuk kelayakan rektor. βSeorang rektor harus tidak elitis. Elitis dalam arti beliau hanya mau berkomunikasi dengan orang-orang yang terkait dengan beliau. Seringkali ada karakteristik ini yang menimbulkan stigma negatif akibat tidak semua orang diajak untuk bekerja sama dan berkomunikasi. Ciri-ciri orang yang elitis kemungkinan ketika selesai dengan urusannya, ia hanya memberikan sebuah pesan yang bersifat himbauan atau undangan, bahkan hanya sekadar pengingat, bukan kemudian menjadi hal yang harus didiskusikan. Calon-calon rektor apabila beliau-beliau ini elitis, saya yakin tidak akan menyasar lebih kepada segmen diskusi bersama mahasiswa,β imbuhnya.
Indikator seseorang layak dijadikan rektor ialah memiliki perhatian penuh dan sangat transparan kepada mahasiswanya, tidak elitis, dan dapat berkomunikasi dengan mahasiswanya secara baik. βDalam beberapa hal yang memang kita butuhkan, perlu adanya dialog dan diskusi. Seperti dalam isu-isu di fakultas atau isu-isu di kampus, baik itu perihal administratif, keuangan, dan sebagainya. Harapannya, ketika kita memang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan beliau, beliau sangat terbuka menerima kritikan dan sindiran kita, serta tidak anti dengan kritik. Beliau-beliau ini tidak melihat kita mahasiswa yang kritis sebagai musuh atau sebagai lawan politik. Jangan sampai seperti itu. Jika sudah sampai seperti itu, memposisikan mahasiswa-mahasiswa atau anak-anak sebagai lawan, berarti sudah terlihat bahwa ada kepentingan-kepentingan lain di balik itu semua,β ujar Hisyam.
Di samping itu, terdapat problematika mahasiswa yang perlu dievaluasi oleh rektor sebelumnya, sehingga menjadi PR bagi rektor yang selanjutnya akan terpilih. βDi antara problem tersebut adalah transparansi oleh rektor yang dari dulu memang sangat sulit, dan juga administrasi yang menjadikan keterlambatan pada acara yang seharusnya terselenggara tepat waktu. Dua hal tersebut yang menjadi isu penting ketika berproses menjadi mahasiswa, dituntut untuk proaktif dan tepat waktu dalam segala hal,β tutur Hisyam.
Kemudian, terdapat tanggapan lain dari Ibnu, mahasiswa FISIP UINSA. Ia mengatakan dari keempat nama yang diusung sebagai calon rektor pada periode tersebut, sudah cukup mumpuni dalam hal persyaratan. Dapat dilihat dari latar belakang yang sudah tidak diragukan lagi, seperti dalam bidang pendidikan. βKalau yang saya pahami dua calon rektor, Prof. Masdar dan Prof. Muzakin, mereka punya latar belakang pendidikan yang sudah tidak diragukan lagi, kedua pernah menempuh pendidikan di Australia itu pun menjadi suatu nilai lebih untuk pemilihan rektor kali ini. Jadi, nama-nama rektor yang sudah ada menurut saya telah mencapai kualifikasi yang sudah cukup,β tuturnya.
Menurut Ibnu, indikator kelayakan rektor harus mempunyai cara pandang yang revolusioner dalam hal akademik. Selain itu, mempunyai karya yang diakui di akademik maupun masyarakat, dan seorang rektor tidak boleh punya citra buruk, dalam artian memiliki background buruk. βRektor itu harus punya cara pandang seperti itu revolusioner, dan kedua menurut saya sudah menjadi lumrah bahwasannya rektor itu harus punya karya gitu, karya yang diakui, entah itu di akademika atau masyarakat,β kata Ibnu.
Ibnu juga memberikan tanggapan terkait problem yang harus dievaluasi untuk rektor selanjutnya. βKita masih dibingungkan dengan urusan-urusan yang masih saja berkecimpung dengan masalah akademik. Misalnya, dalam hal kepengurusan metode pembelajaran dan sebagainya. Itu mungkin masih perlu diperbaiki. Mungkin bisa menjadi masukan untuk rektor yang akan menjabat nantinya, bahwasannya kita perlu memperbaiki tata kelola birokrasi kita di kampus, bagaimana caranya agar tata kelolanya ini lebih baik lebih tertata,β tuturnya.
Sedangkan dari pihak presiden mahasiswa UINSA belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut. (rbn/cio/ica)
